Header

Header

SURYA ADZIKRIYYAT 
Oleh: Anisa Isnaini BW
“ Berawal dari facebook baru ku, kau datang dengan cara tiba-tiba…”. Sepenggal lagu untuk masa lalu.

Cerita cinta jejaring sosial yang semakin marak merakyat. Persangkaan terhadap perasaan ternyata meleset dari kehidupan. Tak ada mata yang tersirat hanya kata yang tersurat.

AKU CAHAYA MATAHARI. Ya, itu arti nama ku. “ANA NUR SYAMSA”. Sebuah nama yang menjadi curahan harapan, yang akan selalu terang dan bersinar dalam segala keadaan dimasa sekarang hingga masa yang akan datang. Doa orang tua ku atas segala kebaikan untuk ku.

“ Ana….”, aku tersentak.

Hingga detik ini tidak ada yang berubah. Suara itu tetap begitu terasa lembut. Aroma kasih sayangnya selalu semerbak sesak penuhi hati. Cintanya tiada kira.

Kali ini ku paksakan. Perlahan tapi pasti aku menyambut panggilan bunda dengan senyuman. Kebahagiaan yang aku pancarkan dibalik batin yang awut-awutan sungguh menyiksa perasaan.

“ Ingin bahas masalah perjodohan?”, tanyaku lirih.

“ Duduk dulu tho nduk…”, Abi mencoba ramah.

Tubuh ku gemetar. Aku merasa seperti seorang santri yang tertuduh dan disidang dua orang keamanan. Aku sudah paham betul maksud mereka memanggil ku. Pernikahan yang sudah direncanakan tanpa persetujuanku sebelumnya. Disangkanya aku akan bahagia dengan arjuna pilihan mereka. Huft….memilukan.

“ Dia pernah nyantri?”, aku sedikit menyelidik.

“ Masalah itu tak perlu ditanyakan. Dulu dia santri tulen, alumnus pesantren Ploso, Jawa Timur, sarjana, dan sekarang jadi kepala sekolah di SMA Al-Azhar, Semarang. usianya 32 tahun, selisih 7 tahun dengan mu”, abi memperjelas.

“ Orangnya baik, sopan, tampan, yang terpenting dia sholih, insyaAllah. Bagaimana? kamu semakin mantap to nduk?”,  bunda menambahi.

Semua persiapan sudah matang. Aku mengatur nafas sepanjang mungkin, menelan ludah dan berusaha menganggukkan kepala. Munafikkah aku ini?, ah tidak. Aku hanya ingin buat orang tua bahagia.

Harus ada ketegasan untuk perasaan. Ku putuskan berpamitan kembali ke kamar, memutuskan membunuh cinta ku, menguburnya dalam-dalam. Karena tak mampu aku ungkapkan penolakan. Mereka sudah terlanjur bahagia dan aku tak mampu melihat ada kecewa ataupun kesedihan dibinar mata keduanya.

Dengan derai air mata ku rancang strategi menata hati, mencoba tegar meski sebenarnya hati ku kacau berantakan.

Aku mengetikkan sesuatu….

“Assalamualikum….kak surya, sepenuh hati ana mencintai mu lillah. Ana harap kaupun demikian, tapi mungkin allah belum berkenan. Tanpa ada persetujuan dan pemberitahuan, ternyata Ana sudah dijodohkan. Tentu kau mengerti maksud sms ini. Terimakasih atas segala ikhlas mu pada ku. Beribu maaf dari ku….”. Pesan terkirim

Sesaat keponakan ku masuk kamar, sepertinya dia menangkap gelagat kesedihan yang ku sembunyikan.

“Rima perhatikan seminggu terakhir ini kak ana murung. kenapa kak”?

Aku terdiam mendengar pertanyaan itu. tubuhku masih gemetar dan suaraku parau, cukup lama rima menunggu sesuatu keluar dari mulut ku.

Permasalahanku ruwet, membuat aku tertekan dengan keadaan.

sebenarnya aku tak tahu lagi harus bicara dengan siapa, kau saudara sekaligus sahabat karib ku. Berawal dari facebook…. Aku mengenal seseorang yang bernama Yuda, singkat cerita, aku mencintainya meski kami belum pernah jumpa, ketika aku mulai menyambut cinta yang berbeda, ketika api cinta sedang bergelora, ketika aku berfikir endingnya akan bahagia, ketika detik-detik kedatangannya akan tiba, ketika semuanya terlanjur terjadi…Tiba-tiba aku harus musnahkan semuanya. .Aku telah dijodohkan. Tak ada keberaniaan menolaknya, aku beegitu takut jika ada kecewa membayangkan mereka bersedih saja, aku tak sanggup. Kata mereka, witing tresno jalaran kulino….., soalnya mereka dulunya dijodohkan”.

Tangis ku tumpah sore itu, derai air mata mengalir deras, rima jadi saksi rintihan hati dan dia juga ikut menangis mendengar cerita ku. Handphone ku bordering, ku buka sms, membacanya dengan isakan tangis dan tubuh yang masih gemetr. “Wa’alaikumussalam, semoga Allah selalu merahmati kita, sejujurnya akupun demikian. Rencana Allah lebih dahsyat dari yang kita angan dan inginkan, turuti saja orang tua demi bakti kita. Setelah sms ini, kita hapus kontak dari ponsel masing-masing, tak ada yang bersalah dalam hal ini. Wassalam…”.

Matanya berkedip dan tersenyum padaku; setelah akad nikah dengan lantang dia ucapkan HANAN MAULANA, sekarang dia sah suamiku dimata agama maupun Negara. Masih tetap senyuman kepalsuanku kepada orang tua, segenap keluarga, sanak saudara, teman teman dan paratamu undangan saat memberiku selamat. Seharusnya aku bahagia  akal sehatku sadar bahwa kesedihanku adalah kebodohan, kurang apa coba?. Dia tampan dan mapan nyaris sempurna, tak ada kebohongan bunda saat memujanya kala itu.

Menjelang malam, untungnya aku sedang berhalangan, jadi tak perlu repot repot  menjelaskan padanya, dosa besar jika aku menolaknya. aku merasa letih seharian terpajang, ingin segera masuk kamar, dia mengikuti arah langkahku, aku hanya terdiam.

“Sudah sholat isya’ mas ?”. Ku coba menyapanya

“ Belum….”.

“ Itu kamar mandinya”.

“Iya, terimakasih”. Untuk kedua kalinya dia tersenyum menatapku mempesona. Mumpung dia sedang sholat, segesit mungkin aku ganti baju dan langsung merebahkan badan di tempat tidur, posisi membelakanginya saat dia disampingku nanti, firasatku benar, dia melakukan hal yang sama denganku setelah sholat. Posisi menghadapku, tepatnya menghadap punggungku mungkin berharap aku akan membalikkan badan dan balas menghadapnya, hemmmmm. Tak terjadi apa apa malam itu, aku lolos.

Fajar. Aku lebih dulu terbangun, sepertinya mandi akan menyegarkan fikirku.

Keberuntunganku tak berlanjut, terkagetkan, “tidak membangunkanku sayang…?”, aku terbata bata menjawabnya, ma….maaf mas, ana tak tega kau terlihat lelap, bagaimana istirahatnya?”

“Alhamdulillah nyaman sayang….”

Berulangkalinya dia menyertakan senyum dan itu artinya terpaksa aku harus membalasnya. uups….dia mengecupku.

Menyedihkan, hari ke tiga dia membawaku tinggal bersamanya di perumahan daerah mangkang barat, agak jauh dari tempatnya mengajar, seminggu sekali jadwal kami adalah pulang ke rumah kami bergantian rasanya aku kasihan padanya. lama-lama aku tak tahan rayuannya belum bisa luluhkan hatiku. Aku lebih banyak bungkam ibarat manusiayang menjelma patung, untuk sekedar tersenyum atau menatapnya saja aku enggan, aku tau dia bingung dengan sikapku, aku lebih bingung lagi dengan diriku sendiri, mungkin aku matirasa. Pada suatu malam aku menangis, dia terlihat cemas mengamatiku, menggenggam tanganku mencoba menenangkan. “Sayang apa kau tak bahagia?”, sulit sekali aku menjawab pertanyaan sederhana itu, tubuhku gemetar, nafasku tersenggal dan suaraku menghilang. Mulai ku kendalikan nafas dan mengumpulkan tenaga untuk mengeluarkan suara.”Maafkan ana mas….!, Aku sendiri tak tau apa yang kurasakan bolehkah Ana sedikit bercerita ?”

Dia mengangukkan kepala

Tentang facebook dan seseorang yang bernama SURYA SYUHADA.

Semuanya tidak masuk akal memang. Manusia hanya bisa berencana, tuhan yang menetukan. Aku terdiam sejenak mengambil nafas dan mulai melanjutkan lagi.

“dulu sebelum kita menikah, ana jatuh cinta pada seorang pemuda yang tadi ku sebut namanya lewat jejaring sosial facebook. Tak pernah ada pertemuan nyata antara kami, tapi aura cintanya menyihirku  merasuk hingga relung hati kedalam. kami sepakat untuk saling saling setia dan merahasiakannya. Ana bahagia ketika mendengar pernyataan Surya akan langsung melamar Ana dipertemuan perdana kami. ingin Ana adakan peristiwa mengejutkan, merancang segalanya sendirian, sempurna. Dibalik kejutan yang Ana persiapkan, ternyata Allah punya kejutan yang lebih mengejutkan, Kau tahu apa itu mas? dia tak menatapku untuk kali ini. Hanya tertunduk khusuk menyimak ceritaku dan menggeleng pelan menjawab pertanyaanku.  Abi menjodohkan Ana dengan anak temannya waktu mondok dulu. Dengan kau bunga-bunga harapan yang mekar merona seperti tersiram air mendidih membuatnya layu, lalu mati. Ana tak menyalah siapapun dalam cerita ini, karena sampai detik inni abi dan bunda tidak tahu menahu tentang semuanya, tak sanggup Ana melihat mereka kecewa”.

“Maafkan Ana belum bisa mencintaimu mas…., perasaanku hambar, mungkin ikut hanyut bersama cintaku kepada Surya. Tapi, sungguh Ana sudah tak ada rasa apapun dengan masa lalu ku itu. Maaf bila selama ini Ana belum menjalankan ibadah sebagai seorang istri, sekarang semuanya terserah padamu mas”. Lagi-lagi dia tersenyum menatapku, membuat aku semakin terluka mengingat segala kebaikannya. “Aku tahu sayang, sejak pertama kau balas senyumku dihari pernikahan kita, saat malam pertama kita dan malam-malam selanjutnya, saat kau pura-pura tidur, saat pagi harinya kau bangun lebih awal. Sebenarnya aku tak tidur semalaman dan pura-pura masih tidur saat kau terbangun, semuanya tersa ganjil, tapi aku tak peduli dengan semuanya karena aku terlanjur mencintaimu dan tetap menginginkan kita bersama”.

Aneh, aku tak mengerti jalan pikirnya setelah tahu semuanya kenapa dia masih mencintaiku? tanyaku dalam hati.

Ku buka sms. “ kak aku ingin berkunjung, ada sesuatu yang ingin ku ceritakan, salam rindu”.

“aku juga merindukanmu, ku tunggu kehadiranmu” ku balas sms dari Rima.

Tak ada yang berubah setelah malam itu, tak ada yang berkurang dari dia sedikitpun. Begitupun aku, masih tetap dengan kebekuanku. Sampai saat ini, tatapan, perhatian, kelembutan, senyum sapa, dan kasih sayangnya belum bisa mencairkan hatiku. Aku memang aneh, dia juga.

“Sayang, tadi Rima sms, katanya merindukanmu dan ingin berkunjung” dia mengawali perbincangan pagi itu. Iya Ana sudah tahu, Rima juga sms ana. mungkin kalian bisa mengajaknya jalan-jalan agar sidikit rileks”

“terimakasih atas sarannya mas, akan Ana fikirkan”  seperti biasanya pagi hari sebelum berangkat kerja dengan lembut ia mengecup keningku, selama ini aku memang tak pernah menolak kecupannya. Selesai berberes aku iseng membaca Koran yang tadi aku rapikan, mengisi waktu luang menunggu Rima datang. Aku merinding dan merintih ikut merasakan derita seorang wanita yang dibunuh dan jenazahnya dimutilasi oleh suaminya sendiri. Singkat cerita laki-laki tersebut mengaku membunuh istrinya sendiri karena merasa sudah tidak puas dengan pelayanan istrinya dan ingin segera menikahi wanita selingkuhanya. berita di koran itu menyimpan sejuta keajaiban mengawali cairnya cinta dan menumbuhkan bibit kerinduan.

Lewat berita tersebut Tuhan menyadarkanku bahwa kita tak mesti mendapatkan yang kita inginkan. Surya sudah menjadi kenangan,dan ia suamiku, sekarang menjadi sosok yang sangat kurindukan, Aku ngeri membayangkan hal itu terjadi padaku, dadaku berdegup kencang, otakku sesak punuh oleh wajah letih suamiku saat pulang kerja, tapi tetap tersenyum lembut menyapa kebekuanku, tak bisa kupungkiri bahwa detik ini aku mencintainya, ahh cinta memang menakjubkan. cinta ini tak hanya bersemi tapi langsung mengakar  tumbuh subur hingga rimbun. Aku berusaha beranjak berdiri, ingatanku masih penuh dengan wajahnya saat tersenyum, saat bangun malam bermunajat mengadu pada tuhan, dan saat apa saja tentang dia, tentang semuanya, dengan cepat otakku mereplay segalanya. Aku mencoba berpikir sejenak lalu melakukan sesuatu untuk kali pertamanya, ku sms dia “ mas detik ini, dan yang akan datang ana mencintaimu, maaf kan ana”.  Pesan terkirim.

“ting tung….” segera mungkin ku buka pintu untuk Rima, benar-benar mengejutkan, tubuh itu berdiri tegap, sangat berkarakter, kini semuanya berbeda, berubah 180 derajat, tatapan dan senyumanya itu ternyata begitu sejuk dan tenang, secepat  kilat dia telah berdiri dihadapanku. ”sayang, aku ingin mendengarnya”. Aku tersenyum menatapnya, dan mengatakan ”mas detik ini dan yang akan akan datang ana mencintaimu, maafkan ana” matanya berkaca-kaca tapi berusaha menyembunyikannya. Tanpa jeda ia mendekapku sangat erat berbisik lembut mengatakan terimakasih sayang. Sekarang apa yang ingin kau lakukan? terserah kau mas” ana nnurut.

“assalamu’alaikum” suara Rima membuyarkan kami, “wa’alaikumussalam” jawab kami serempak kaget seraya mempersilahkan duduk, Rima menyodorkan sesuatu pada kami.  “undangan pernikahan”, perlahan kubuka semuanya terasa jelas.  “ Zalum musawwa karima dengan surya suhada” aku menghembuskan nafas. Suamiku menatapku dalam, mungkin khawatir akan terjadi sesuatu padaku, “bagaimana? “. Tanya dia, aku hanya tersenyum,, karena aku tahu dia lebih mengerti arti senyumku Rima tak mengetahui kalau Yuda yang dulu pernah aku ceritakan adalah Surya Suhada, “tenang mas, dikala senja terang, petang, detik ini dan yang akan datang kau akan tetap jadi arjuna yang bertahta untukku, batinku, Rima memandang kami seperti kebingungan. Aku tak menyangka bahwa cinta masa silam berujung pada persaudaraan untuk kesekian kalinya. Dia suamiku, tersenyum lalu mengecupku. Terimakasih  Tuhan…. hari ini penuh kejutan.

0 komentar:

Post a Comment

 
Top