THE MIRACLE OF HUBB FIL INTHIDHAARIY (2)
Oleh: wirdatun nisa'
Dan sms itu berbunyi…..
‘’Ukhty bisa minta tolong tidak ?
disini butuh tenaga,’’
‘’afwan abang, maksudnya bagaimana, nisa tidak
faham’’
‘’kami butuh bantuan ukhty, tamu
sedang ramai dan butuh satu tenaga lagi. Faqih’’
‘’oh iya segera,’’
‘’syukron jazil’’
Kemudian
aku datang menuju tempat yang di maksud, aku tidak tahu mana yang bernama
faqih, yang barusan sms pakai nomer abang, ah.. masa bodoh yang penting tugasku
sudah ku jalani.
***
‘’Hadewwhh…’’ keluhku.
‘’capek ya dek’’
‘’ya lumayan bang’’
‘’mau nasi goreng ndak ?’’
‘’mau mau bang’’
‘’Qiih…’’ suara abang memenggil
temannya
‘’iya ris..’’
‘’tolong dong qih,, beliin
nasgor’’ suruhnya kpd teman paling setia abang
‘’yah.. ris malam-malam gini mau
nyari dimana?’’
‘’ealah qih.. diperempatan juga
banyak, atau di belokan tuh juga ada, deket lagi’’
‘’huh… dasar, mentang-mentang
pengantin baru, seenaknya dia.’’
‘’Hehe… gag papa lah qih,
itung-itung amal’’
‘’iya deh iya, kalau bukan kamu
ya udah aku tinggal pulang’’
‘’cielah… so sweet banget sih’’
‘’iiiihhh’’ geli juga aku dengar
obrolan mereka, dan aku juga baru tau ternyata itu dia orang yang namanya Faqih
yang tadi sms aku, menurutku pula dia orang yang kurasa tidak asing.
“jadinya beli berapa?” Tanyanya
kepada abang.
“beli dua, tapi kalau mau kau
tambah juga tidak apa-apa”
“okeyy…”
Setengah
jam kemudian bang faqih datang membawa nasi goreng yang tadi kami pesan,
“pesanan datang..” teriaknya.
“wahh express juga ya”
“pastilah”
“thanks ya bro..”
“siippp..”
“ikut makan sini aja dehh qih”
“ahh ndak usah ris”
“iya tidak apa-apa biar tambah
ramai” kataku ikut menimpali dan bang faqih pun nurut saja, kami bertig a
saling diam dan sesekali curi-curi pandang.
“woyy..” sambil menggedor meja,
sontak kami bertigapun kaget.
“ada apa sih bang”
“abis pada jadi patung mendadak
sih..”
“ya enggak dong ris.. emang
patung doyan nasgor”
“hahaha..” kami tertawa.
“sstt.. pelan-pelan nanti
kedengeran abah sama umi” kata abang.
“abang sihh yang mulai” kataku protes,
“iya kamu tuh ris” timpal bang faqih,
“tapi yang ketawanya paling keras
siapa..?”
Kami
bertiga saling tatap, kemudian serempak aku dan abang nunjuk kearah bang faqih,
dengan menahan tawa kami kembali makan.
***
Pagi
itu aku bangun agak kesiangan kutengok dikamar abang, abang dan bang faqih
masih molor, kudekati kemudian kubangunkan abang, yang kemudian abang sendiri
yang membangunkan bang faqih.
Hari
itu abang sudah resmi menjadi menantu dari bapak fahri, dan hari itu pula kami
sekeluarga melepas abang rizki, kami langsung menuju rumah pak fahri setelah
segala sesuatunya siap.
Selesai
dari rumah besan, bang rizki tidak ikut pulang, ya pastilah ia diminta
menempati rumah pak fahri, berhubung mbak ani itu anak bungsu ya gitu deh. Aku,
abah, umi dan bang faqih kembali kerumah, ditengah perjalanan aku tertidur tapi
sayup-sayup masih kudengar suara gurauan abah dan umi sama bang faqih.
“gimana nak, kapan mau nyusul
rizki?
“ahh abah bisa aja, faqih masih mau cari ilmu bah..”
“alah nak-nak… boleh aja tapi
pendamping juga harus difikirin”
“iya itu pasti dong bah.. tapi
yaa…”
“atau mau nungguin si bungsu
ini,hehe”
“hehehe abah ada-ada saja”
***
Hari-hariku
mulai berjalan seperti biasa lagi, ya dimana lagi kalau bukan di ma’had
tercinta, aku seperti merasa ada yang aneh, hari-hariku tersa lebih bahagia
daripada biasanya, entah kenapa aku masih bertanya-tanya juga, dan anehnya pula
aku sering tanpa sadar menyebut nama “faqih”, akupun bingung dan merasa sangat
aneh, mustahil bukan jika memang aku….
“hai Ra…. Ngapain sih ngalamun
aja…”
“eh ndak kok mbak… hehe….”
“ayo ngaku…. Ndak usah
malu-malu….”
“apa toh mbak…. Aku biasa ini”
“mmm…. Gitu ya sekarang sama aku…
ya udah oke fine…”
“aduh mbak ima cuantik, jangan
ngambek gitu dong… oke oke aku cerita deh…”
“nah gitu dong…”
“gini lho mbak, akhir-akhir ini
aku sering keingetan sama bang faqih, aku jadi bingung sendiri deh”
“siapa tuuhh..”
“temennya abangku, tapi aku kayak
gak asing gitu..”
“ah…. Jangan-jangan dia….”
“jangan-jangan dia apa?”
“dia jodohmu ra….”
“ah ada-ada saja mbak, mana iya
aku sama dia, dia itu laki-laki yang
mendekati sempurna mbak, menurutku..”
“lho yang namanya jodoh mana
mandang orang”
“ya ndak tau lah mbak…”
“cie..cie..”
“apa sih mbak….yuk masuk dingin
di luar….”. Aku dan mbak ima masuk ke kamar dan tetep saja mbak ima masih
ngejek aku, aku cuekin, ia malah tambah menjadi-jadi, dan akhirnya kami perang
bantal deh, sampai capek dan tidur terlelap.
Sehari,
seminggu, sebulan, bahkan hyampir satu tahun sudah aku mengenal bang faqih,
diantara kita masih belum ada tanda-tanda yang ganjil, namun ada satu yang agak
mengherankan, suatu ketika saat abah dan umi pergi kerumah saudara nan jauh
diujung Sumatera, tidak lama sih, tapi masa sambaing untukku sudah tiba, mau
ndak mau Abah minta tolong sama bang faqih, siapa lagi setelah abang menetap di
rumah mertua, bang faqihlah yang sering bantu-bantu abah.
Pagi
itu aku rada buru-buru ke ndalem, aku takut abah menunggu lama… eh…eh…tapi
siapa itu??? Bukan abah, bukan pula abang, apalagi umi, nggak mungkin banget.
“hmm… assalamu’alaikum…” sapaku.
“eh..wa’alaikumussalam”
“oh.. bang faqih rupanya… kirain
siapa….”
“hehehe…. Ini ukh..ada titipan
dari abah buat ukhti…”
“ukh…. Ukhti…??” tanyaku heran.
“iya kenapa, ada yang salah ya
dengan bicara saya….”
“eh tidak kok….”
“ya sudah saya pamit dulu ya ukh…
“
“iya… syukron ya akhi….”
“:)…”
Pengen
loncat, pengen teriak, pengen meluk orang, tapi malu… rasanya seneeeenggg
banget… astaghfirulloh.. kenapa dengan diriku ini ya robb…. Ku ingat-ingat kata
panggilan yang keluar dari ucapan bang faqih, panggilan “ukhti” untukku
sangat-sangat asing, asing kenapa? Karena dulu…. Duluuu sekali, hanya ada satu
orang saja yang memanggilku dengan sebutan tersebut, dialah akhi ridwan,
semakin menjadi pula ke-penasarananku
pada hal aneh ini.
Sore
itu… aku diajak sama mbak ima keluar pondok buat foto copy tugas-tugasnya,
maklumlah anak kuliah ya begitu.. sibuk, penting, tapi pake sok semua…. Di
tengah perjalanan tepatnya di depan masjid mbak ima teriak-teriak.
“ra…ra… lihat tuh ada siapa,
cepet lihat tuh!!!!”
“iiih… apaan sih mbak, ada siapa
sih???”
“ih lihat dulu cepet…”
“iya ya…” kemudian aku menoleh,
“ya allah mbak.. Cuma kayak gitu sampeyan kok histeris sekali…”
“hehehe.. gimana perasaanmu..”
“biasa aja..”
“kamu nggak kasihan ya sama kang
ridho itu, dari dulu lho dia nunggu jawabanmu…”
“aku udah ngomong ke dia, kalau
nggak usah kayak gitu… buang-buang waktu aja… tapi dianya tetep gitu kok, mau
gimana lagi mbak…”
“hmmm… emang kenapa sih kamu
kayak gitu…”
“ya ndak tau ya mbak… rasanya
kayak menanti kehadiran seseorang gitu…”
“alah..”
“lho beneran lho mbak”
“assalamualaikum” kamipun sampai
di tempat fotocopy.
“waalaikum salam”
***
Hari
itu semua santri bersuka cita, pada bersemangat mengemas barang tak berbeda
denganku, akupun sama seperti mereka karena hari itu adalah H-2 liburan, jadi
semua perasaan santri tidak ada yang murung. Namun dimalam terakhir sebelum
pulang aku merasa galaauu, karena saat aku telfon abah, katanya beliau pada
hari kepulanganku sedang tidak ada di rumah, ada janji sama rekannya diluar
kota, entah siapa yang akan datang menjemput masih diusahakan abah.
Pagipun
tiba, satu persatu santri mulai menghilang, aku dan teman-teman yang masih
menunggu datangnya sanak keluarga berdiri diteras kamar yang rada kelihatan
dari jalan, biar bisa melihat siapa yang datang.
“eh.. ada yang datang, siapa nih kira-kira?”
“iya kita tunggu panggilannya”
“yah mbak dila pulang duluan deh”
“maaf ya teman-teman, aku pulang duluan”
“tuh..tuh ada lagi”
“muga-muga itu aku” kataku dalam hati
“yah… mbak fadhil”
“itu itu ada lagi”
“mbak ima kok pulang dulua siih” kataku
“maaf ya ra..nanti aku sampein ke abahmu deh”.
Hingga
sore tiba aku masih di pondok ingin nangis rasanya, saat aku mau ke kamar
mandi, tiba-tiba “panggilan kepada Annisa khumaira nurrobi harap segera
bersiap-siap”, yes.. aku pulang, saking senengnya aku sampai tidak sadar kalau
yang ku pakai adalah sepatu bukan sandal, lalu aku berlari-lari setelah sampai
ndalen berpamitan dengan bapak dan ibunyai, aku menuju parkiran, di depan mobil
abah sudah berdiri seorang laki-laki berpakaian rapi ala santri putra sufi,
siapa dia ???, (bersambung).
0 komentar:
Post a Comment